Kamis, 02 Juni 2011

Perbedaan Antara Ubuntu, Kubuntu, Xubuntu, Edubuntu, dll


 
 
Waduh Judulnya panjang banget ya..?? Ya memang hari ini lagi semangat posting kali ya.. Kemarin saya sudah menyinggung sedikit tentang ubuntu dengan versi terbarunya kalo belum baca silahkan klik disini. Nah berhubung pada distro ubuntu memberikan banyak sekali pilihan produknya seperti ubuntu server, kubuntu, xubuntu, edubuntu, gobuntu, ubuntu mobile, ubuntu studio, ubuntu jeOS, dan Mythubuntu. Nah banyak banyakkan..??
Tentunya Ubuntu bukan sembarang membuat banyak sekali produknya karena dari masing-masing produk tersebut memiliki keunggulan dan fungsinya masing-masing. Berikut perbedaan dan fungsi masing-masing produk ubuntu tersebut menurut wiki.
Ubuntu server Varian sistem operasi Ubuntu untuk melayani kebutuhan komputasi skala server. Ubuntu server menyediakan platform yang terintegrasi dengan baik yang akan memudahkan anda melakukan deploy server dengan fasilitas layanan internet standar: mail, web, DNS, file-serving hingga manajemen database. Sebagai turunan dari distribusi Debian, karakter alami Ubuntu server yang diwariskan dari Debian adalah faktor keamanan (security). Ubuntu server tidak membiarkan keberadaan port yang terbuka setelah proses instalasi, dan hanya akan memuat software-software yang esensial dan dibutuhkan untuk membangun sebuah sistem server yang aman.
http://www.ubuntu.com/server
Kubuntu
Kubuntu adalah official derivative dari Ubuntu yang menggunakan KDE sebagai desktop environment, bukan GNOME sebagaimana yang digunakan Ubuntu. Selain perbedaan desktop environment tersebut, praktis tidak ada perbedaan yang berarti antara Ubuntu dengan Kubuntu. Keduanya bahkan berbagi software repository yang sama dan menuntut spesifikasi hardware yang tak terlalu berbeda.
Kubuntu tersedia untuk arsitektur PC 32-bit, 64-bit, dan Mac
Official site Kubuntu: http://www.kubuntu.org
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Kubuntu

Xubuntu
Sebagai official derivative Ubuntu yang menggunakan desktop environment Xfce, Xubuntu dirancang sebagai ?paket hemat? dari Ubuntu. Xubuntu ditujukan bagi pengguna yang memiliki spesifikasi hardware komputer yang lebih rendah, atau yang menginginkan kecepatan dan efisiensi lebih dengan spesifikasi hardware yang setara. Hal ini dimungkinkan karena desktop environment Xfce yang digunakan Xubuntu hanya merangkum aplikasi-aplikasi primer dari GNOME dan menyisihkan sebagian fungsi dan aplikasi yang kurang diperlukan atau yang memberatkan sistem.
Contoh cara penghematan daya komputasi yang dilakukan Xubuntu adalah dengan mengganti aplikasi pengolah kata OpenOffice.org writer dengan Abiword yang lebih ringan, atau meniadakan aplikasi spreadsheet standar OpenOffice Calc untuk digantikan dengan GNUmeric.
Xubuntu tersedia untuk PC 32-bit dan 64-bit. Spesifikasi hardware minimal adalah RAM 128 MB untuk menjalankan desktop CD, dan 192 MB untuk instalasi, serta ruang kosong harddisk minimal 1,5 GB (hanya separuh dari kebutuhan minimal Kubuntu)
Official site: http://www.xubuntu.org
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Xubuntu

Edubuntu
Edubuntu adalah officially supported derivative Ubuntu yang didesain secara khusus untuk keperluan pendidikan. Sesuai dengan tujuan penggunaannya, Edubuntu secara default memuat banyak perangkat lunak aplikasi untuk pendidikan meliputi GCompris, KDE Edutainment Suite, dan Schooltool calendar.
Edubuntu dikembangkan untuk membantu para guru dengan pengetahuan teknis dan skill komputer yang terbatas untuk membuat sebuah lab komputer atau menciptakan dan mengelola sebuah online learning environment.
Official site: http://www.edubuntu.org
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Edubuntu

Gobuntu
Gobuntu merupakan derivative Ubuntu yang ditujukan bagi para pengguna dengan level kemampuan sebagai developer dan pengembang sistem, yang berniat membuat sendiri distribusi free software berbasis Ubuntu. Sesuai dengan segmen pengguna yang disasarnya, pihak Ubuntu hanya menyediakan perangkat lunak open source non-restricted pada Gobuntu dan menyertakan full source untuk semua firmware, driver, dan aplikasi yang terinstall di dalamnya. Maksud dari disertakannya full source tersebut jelas, yakni memberi kesempatan bagi pengembang untuk melakukan modifikasi program dan meredistribusikan hasilnya.
Gobuntu menuntut spesifikasi hardware yang sama dengan Ubuntu (min. Kapasitas harddisk 4 GB), selain juga tersedia pada dua arsitektur, PC 32-bit dan 64-bit.
Pengguna pemula tidak disarankan untuk menggunakan Gobuntu, mengingat tingkat kesulitan dalam penggunaannya yang lebih tinggi, serta menuntut pengetahuan dan pemahaman lebih atas sistem operasi Linux.
Informasi lebih lanjut seputar Gobuntu:
http://www.ubuntu.com/products/whatisubuntu/gobuntu
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Gobuntu

Ubuntu Studio
Distribusi Ubuntu yang dirancang khusus untuk pengguna dari kalangan profesional dalam kreasi dan multimedia editing. Ubuntu studio menyertakan aplikasi-aplikasi multimedia open source secara built-in di dalam sistemnya, meliputi CinePaint, GIMP, Inskscape, Blender, PiTiVi, Kino, dan Ardour2 ? Multitrack recorder/editor.
Official site : http://ubuntustudio.org
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Ubuntu_Studio

Ubuntu JeOS
Ubuntu JeOS (baca: ?juice?) adalah sistem operasi yang memiliki konsep sebagai varian dari Ubuntu yang efisien dan dikonfigurasi untuk keperluan Virtual Appliances. Rilis pertama JeOS adalah Ubuntu JeOS 7.10 (Gutsy Gibbon) dan akan segera diikuti dengan rilis berikutnya, JeOS 8.04 (Hardy Heron). Spesifikasi tekni untuk Ubuntu JeOS antara lain:
Filesize: 151 MB ISO Image
Kernel 2.6.22
Dioptimalkan untuk VMWare ESX, VMWare Server
Arsitektur Intel atau AMD x86
Memori (RAM) minimum 128 MB
Informasi seputar Ubuntu JeOS:
http://www.ubuntu.com/products/whatisubuntu/serveredition/jeos
http://en.wikipedia.org/wiki/Ubuntu_JeOS

Mythbuntu
Mythbuntu adalah sistem kombinasi yang merupakan turunan dari Ubuntu dan MythTV. Mengikuti prinsip kerja yang digunakan KnoppMyth (Knoppix ? MythTV) dan MythDora (MythTV ? Fedora), Mythbuntu didesain untuk mempermudah instalasi MythTV pada perangkat home theater PC.
Official site: http://www.mythbuntu.org
Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Mythbuntu

Ubuntu mobile edition
Versi portable sistem operasi Ubuntu untuk platform mobile internet devices. Ubuntu mobile edition merupakan sistem fully open source yang menjanjikan pengalaman mengesankan dalam menggunakan teknologi web 2.0 lewat perangkat mobile: web browsing, email, media, digital camera, VoIP, instant messaging, GPS, blogging, digital tv, games, contacts, dates/calendar, simple software updates ? dan seterusnya, dan seterusnya..
Informasi lebih lanjut tentang Ubuntu mobile edition, lihat di http://www.ubuntu.com/products/mobile, atau dapat pula anda download dokumen data sheetnya (format file PDF) di:
http://www.ubuntu.com/files/u1/ubu_mob_edition_A4_aw.pdf
Ok Semoga bermanfaat.

Rabu, 01 Juni 2011

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX
II.1 Sejarah Linux
Nama Linux (Linus MINIX) merupakan kombinasi unik antara nama penciptanya dan nama sistem operasi yang menjadi targetnya (UNIX). Semuanya berawal dari sebuah sistem operasi bernama Minix. Minix dibuat oleh Profesor Andrew Tanenbaum.
Minix adalah sistem operasi mirip UNIX yang bekerja pada PC. Torvald adalah salah seorang mahasiswa di Universitas Helsinki yang menggunakan Minix. Walaupun cukup bagus, ia belum menganggap Minix memadai. Kemudian pada tahun 1991 ia membuat sistem operasi yang merupakan clone UNIX, yang diberi nama Linux.
Seperti halnya Minix, Linux tidak menggunakan kode apa pun dari vendor UNIX komersial, sehingga Torvalds mendistribusikan linux di internet secara bebas dan gratis. Pada Oktober 5 1991, Torvalds mengeposkan sistem operasinya di newsgroup comp.os.minix. Ia mengumumkan bahwa source code Linux tersedia dan meminta bantuan programmer-programmer lain untuk ikut mengembangkannya. Ketika itu Linux masih setengah matang, sistem operasi ini hanya bisa menjalankan sedikit perintah UNIX, seperti bash, gcc dan gnu-make.
Saat Linux 1.0 diluncurkan pada 1994, sistem operasi ini telah cukup stabil dan memiliki banyak feature, seperti preemptive multitasking (kemampuan untuk membagi sumber daya CPU untuk banyak aplikasi) dan symmetric multiprocessing (kemampuan untuk membagi tugas di antara banyak CPU). Linux bahkan memiliki maskotnya sendiri yang oleh torvalds dijeaskan sebagai “seekor penguin yang menggemaskan dan ramah, yang kekenyangan setelah makan banyak ikan hering”.
Pada 1996, tim pengembangan Linux yang ada diseluruh dunia mulai memberikan hasilnya. Tahun itu mereka telah membuat versi Linux untuk sejumlah versi hardware, dari Atari ST sampai Macintosh. Linux terus berkembang pesat, utamanya karena ada sejumlah distributor (seperti RedHat, Caldera, dsb) yang berkompetisi untuk berebut pangsa pasar. Oleh karena itu dibentuk kelompok bernama Linux Standard Base. Kelompok ini bekerja untuk memastikan bahwa beragam distribusi Linux yang ada tetap bias menjalankan aplikasi yang sama dan saling berinteroperasi.
Konsep keterbukaan kode terbuka (open source) memang telah dibudayakan sejak awal oleh Linus Torvald, sehingga hal itu memudahkan para programmer lain itu memberikan usulan dan kreasinya dalam memperindah Linux.
Open Source yang dimaksud dalam dunia Linux berarti program aplikasi komputer yang telah dibuat selain dapat diperoleh software-nya sendiri juga dapat diperoleh bentuk kode aslinya, sehingga dapat digunakan tidak hanya oleh pembuat software sendiri tetapi juga oleh pihak lain. Jadi kesan awal bahwa Linux begitu sukar dan memiliki aplikasi tidak lengkap menjadi kurang relevan pada saat ini mengingat sekarang ini sistem operasi Linux menawarkan berbagai macam fasilitas dan keragaman yang dapat dipilih secara bebas dan gratis oleh para pengguna komputer.
Bahkan pengguna komputer dapat memilih suatu distribusi Linux yang sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi komputernya dengan harapan kinerja komputer tersebut dapat lebih maksimal dan cepat. Bagi pengguna pemula atau pengguna sistem operasi Windows tentunya akan dibingungkan dengan istilah distro atau distribusi.
Ditambah lagi kehadiran dari distribusi tersebut yang beraneka ragam dan dapat digunakan dengan bebas serta dapat dikatakan gratis. Selain itu dapat dikatakan bahwa hampir seluruh distro tersebut tergolong sama canggihnya dan didalamnya telah dilengkapi dengan aplikasi yang canggih juga. Walaupun, tidak semua dari distro tersebut cocok dan sesuai dengan kebutuhan serta perilaku pemakai komputer. Dengan kata lain beberapa distro tertentu memiliki tingkat kemudahan yang hampir sama dengan Windows sedangkan disisi lain ada beberapa distro yang terasa masih sulit digunakan oleh pemula.
Menurut sumber dari “The GNU General Public License (http://www.gnu.org/copyleft/gpl.txt)” yang diterjemahkan secara bebas, Linux memiliki sifat lisensi GPL atau GNU General Public License, atau sering disebut dengan copyleft sebagai lawan dari copyright. Lisensi GPL memberikan kebebasan kepada source code untuk dimodifikasi dan redistribusi atau memasyarakatkan kembali.
Lisensi ini sebenarnya melewati prosedur pendaftaran hak cipta pertama kalinya, tujuannya ialah untuk menghidari kemungkinan seseorang mengambil alih kendali terhadap perangkat lunak tersebut. Kemudian setelah itu software tersebut dibebaskan asal membuka source code atau kode asalnya dibebaskan untuk umum.
Lisensi ini dicetuskan oleh Richard Stallman, yang sering kali dituduh sebagai seorang Sosialis yang menentang komersialisasi. Richard Stallman telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang idealis yang berkeyakinan bahwa hak seorang programmer ialah untuk berbagi (share) kode tanpa dibatasi aturan-aturan yang tidak perlu (artificial). GPL juga sering diperpanjang menjadi Guaranted Public for Life, mengingat tidak adanya larangan dalam memperbanyak atau melakukan redistribusi. Selain Linux sistem operasi BSD juga mempergunakan lisensi yang semacam ini.
II.2 Desain Linux
Linux merupakan sistem operasi bertipe Unix modular. Linux memiliki banyak disain yang berasal dari disain dasar Unix yang dikembangkan dalam kurun waktu 1970an hingga 1980an.
Linux menggunakan sebuah kernel monolitik, kernel Linux yang menangani kontrol proses, jaringan, periferal dan pengaksesan sistem berkas. Device driver telah terintegrasi ke dalam kernel. Banyak fungsi-fungsi tingkat tinggi di Linux ditangani oleh proyek-proyek terpisah yang berintegrasi dengan kernel. Userland GNU merupakan sebuah bagian penting dari sistem Linux yang menyediakan shell dan peralatan-peralatan yang menangani banyak fungsi-fungsi dasar sistem operasi. Di atas kernel, peralatan-peralatan ini membentuk sebuah sistem Linux lengkap dengan sebuah antarmuka pengguna grafis yang dapat digunakan, umumnya berjalan di atas X Window System.
Linux dapat dikendalikan oleh satu atau lebih antarmuka baris perintah (command line interface atau CLI) berbasis teks, antarmuka pengguna grafis (graphical user interface atau GUI, yang umumnya merupakan konfigurasi bawaan untuk versi desktop).
Pada komputer meja, GNOME, KDE dan Xfce merupakan antarmuka pengguna yang paling populer, walaupun terdapat sejumlah varian antarmuka pengguna. Antarmuka pengguna yang paling populer berjalan di atas X Window System (X), yang menyediakan transparansi jaringan yang memperolehkan sebuah aplikasi grafis berjalan di atas satu mesin tetapi ditampilkan dan dikontrol di mesin yang lain.
GUI yang lain memiliki X window manager seperti FVWM, Enlightenment, Fluxbox dan Window Maker. Manajer jendela menyediakan kontrol untuk penempatan dan penampilan dari jendela-jendela aplikasi individual serta interaksi dengan sistem jendela X.
Sebuah sistem Linux umumnya menyediakan sebuah antarmuka baris perintah lewat sebuah shell, yang merupakan cara tradisional untuk berinteraksi dengan sebuah sistem Unix. Sebuah distro Linux yang dikhususkan untuk lingkungan peladen mungkin hanya memiliki CLI sebagai satu-satunya antarmuka. Sebuah sistem yang tidak memiliki monitor hanya dapat dikontrol melalui baris perintah lewat protokol seperti SSH atau telnet.
Kebanyakan komponen tingkat rendah Linux, termasuk GNU Userland, menggunakan CLI secara ekslusif. CLI cocok untuk digunakan pada lingkungan otomasi tugas-tugas yang repetitif atau tertunda, dan menyediakan komunikasi interproses yang sangat sederhana. Sebuah program emulator terminal grafis sering digunakan untuk mengakses CLI dari sebuah Linux desktop.
Perbedaan utama antara Linux dan sistem operasi populer lainnya terletak pada kernel Linux dan komponen-komponennya yang bebas dan terbuka. Linux bukan satu-satunya sistem operasi dalam kategori tersebut, walaupun demikian Linux adalah contoh terbaik dan terbanyak digunakan. Beberapa lisensi perangkat lunak bebas dan sumber terbuka berdasarkan prinsip-prinsip copyleft, sebuah konsep yang menganut prinsip: karya yang dihasilkan dari bagian copyleft harus juga merupakan copyleft.
Lisensi perangkat lunak bebas yang paling umum, GNU GPL, adalah sebuah bentuk copyleft, dan digunakan oleh kernel Linux dan komponen-komponen dari proyek GNU.
Sistem Linux berkaitan erat dengan standar-standar POSIX, SUS, ISO dan ANSI. Akan tetapi, baru distribusi LinuxFT saja yang mendapatkan sertifikasi POSIX.1. Proyek-proyek perangkat lunak bebas, walaupun dikembangkan dalam bentuk kolaborasi, sering dirilis secara terpisah. Akan tetapi, dikarenakan lisensi-lisensi perangkat lunak bebas secara eksplisit mengijinkan distribusi ulang, terdapat proyek-proyek yang bertujuan untuk mengumpulkan perangkat lunak tersebut dan menjadikannya tersedia dalam waktu bersamaan dalam suatu bentuk yang dinamakan distribusi Linux.
Linux adalah sistem operasi yang diporting secara luas. Kernel Linux awalnya didisain hanya untuk mikroprosesor Intel 80386, sekarang kernel Linux telah jalan di beragam arsitektur komputer antara lain di perangkat handheld iPAQ berbasis ARM, komputer mainframe IBM System z9, dari peralatan berupa telepon bergerak hingga superkomputer. Terdapat distribusi yang dikhususkan untuk sejumlah kecil arsitektur. Fork kernel ELKS dapat dijalankan di mikroprosesor 16bit Intel 8086 atau Intel 80286, sementara fork kernel μClinux dapat dijalankan di atas sistem yang tidak memiliki sebuah unit manajemen memori.
GNU adalah singkatan dari GNU’s Not Unix. Disebabkan utiliti-utiliti dari proyek sistem operasi bebas GNU tanpa ini sistem Linux tidak akan menyerupai sistem Unix dalam perspektif pengguna Richard Stallman dari GNU/FSF memohon agar kombinasi sistem (proyek GNU dan kernel Linux), disebut sebagai “GNU/Linux”. Pengguna distribusi Linux dari proyek Debian lebih cenderung menggunakan nama tersebut. Kebanyakan pengguna lebih mudah menggunakan istilah “Linux”.
II.3 Sejarah Pemasyarakatan Linux di Indonesia
Era 1980-an merupakan akhir dari zaman keemasan komputer mini — komputer yang tidak secanggih “main-frame”, namun setiap sistem terdiri dari bongkahan besar. Nama-nama besar pada zaman tersebut, seperti “DEC – Digital Equipment Corp.”, “DG — Data General”, “HP — Hewlett Packard”, “Honeywell — Bull”, “Prime”, dan beberapa nama lainnya. Setiap komputer mini ini, dijalankan dengan sistem operasi tersendiri. Setiap sistem operasi ini tidak cocok (kompatibel) dengan sistem operasi dari sistem lainnya. Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu, belum tentu dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya.
Masalah ini mulai teratasi dengan sebuah sistem operasi yang lagi naik daun, yaitu UNIXTM. Sistem UNIX ini dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer. Selain beroperasi pada komputer mini, UNIX pun dapat dioperasikan pada sebuah generasi komputer “super mikro”, yang berbasis prosesor 32 bit seperti Motorola MC68000. Ya: pada waktu itu, Motorola belum terkenal sebagai produser Hand Phone!
Sistem berbasis UNIX pertama di Universitas Indonesia (1983) ialah komputer “Dual 83/20″ dengan sistem operasi UNIX versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk (8″) dengan kapasitas 20 Mbytes. Sistem tersebut tentunya sangat “terbatas” dibandingkan komputer zaman sekarang. Namun, penelitian dengan memanfaatkan komputer tersebut, menghasilkan puluhan sarjana S1 UI. Tema penelitian S1 pada saat tersebut berkisar dalam bidang jaringan komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS), porting UUCP, X.25, LAN ethernet, network printer server, dan lainnya. Komputer “Dual 83/20″ ini, kemudian lebih dikenal dengan nama “INDOGTW” (Indonesian Gateway), karena pada akhir tahun 1980-an digunakan “dedicated email” server ke luar negeri. Sistem INDOGTW ini beroperasi non-stop 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Fungsi riset sistem tersebut di atas, digantikan oleh komputer baru “INDOVAX”, yaitu DEC VAX-11/750 dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes, serta disk 300 Mbytes. Pada waktu itu, sanga lazim menamakan satu-satunya VAX pada setiap institusi, dengan akhiran “VAX”. Contohnya: UCBVAX (Universitas Berkley), UNRVAX (Universitas Nevada Reno), DECVAX (DEC), ROSEVAX (Rosemount Inc), MCVAX (Amsterdam). Sistem ini pun kembali menghasilkan puluhan sarjana S1 UI untuk berbagai penelitian seperti rancangan VLSI, X.400, dan sejenisnya.
Untuk mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX yang mulai berkembang ini, dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix Users Group) yaitu INDONIX. Kelompok yang dimotori oleh bapak “Didik” Partono Rudiarto (kini pimpinan INIXINDO) ini melakukan pertemuan secara teratur setiap bulan. Setiap pertemuan ini akan diisi dengan ceramah kiat dan trik UNIX, serta sebuah diskusi/tanya-jawab.
Komputer mini — yang UNIX mau pun yang bukan — dominan hingga pertengahan tahun 1980-an. Komputer Personal (PC) masih sangat terbatas, baik kemampuannya, mau pun populasinya. Bahkan hingga akhir 1980-an, PC masih dapat dikatakan merupakan benda “langka” dan “mewah”. Semenjak pertengahan 1980-an, muncul sistem komputer “super-mikro” berbasis prosesor Motorola MC68000 dan sistem operasi Unix. Sejalan dengan ini, juga muncul PC/AT berbasis prosesor Intel 80286 dan 80386 dengan sistem operasi XENIX/SCO UNIX.
Kehadiran prosesor Intel 80286 (lalu 80386) telah mendorong pengembangan sistem operasi dengan nama “XENIX”. Harga sistem yang relatif murah, berakibat kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di Indonesia. Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis data Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Pada awalnya, setiap sistem operasi Unix dilengkapi dengan kode sumber (source code). Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk negara non-US (terutama non Eropa) akibat regulasi ekspor US. Sebagai alternatif Prof. Andrew S. Tanenbaum dari VU (Belanda) mengedarkan sebuah sistem Operasi sederhana dengan nama “MINIX” (Mini Unix). Titik berat arah pengembangan MINIX ialah sesederhana mungkin agar dapat dipelajari dengan mudah dalam satu semester. Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, tercatat pernah membeli source code MINIX dua kali, yaitu versi 1.2 (1987) dan versi 1.5 (1999).
Sebagai penunjang mata kuliah Sistem Operasi, telah hadir MINIX (Mini Unix) yang bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa HardDisk! Namun, MINIX memiliki dua keterbatasan bawaan. Pertama, dititik-beratkan agar mudah dipelajari untuk keperluan pendidikan. Akibatnya, dengan sengaja tidak dibuat canggih dan rumit. Kedua, (pada awalnya) MINIX harus dibeli dengan harga lebih dari USD 100 per paket. Harga ini tidak dapat dikatakan murah bahkan untuk ukuran kantong mahasiswa di luar negeri. Namun, MINIX telah digunakan di Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia FUSILKOM UI, FakUltas ILmu KOMputer UI) sebagai bagian dari kuliah sistem operasi menjelang akhir tahun 1990an.
Besar kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk penulis), pernah memiliki angan-angan untuk merancang sebuah kernel “idaman” pengganti MINIX yang dapat — “dioprek”, “dipercanggih”, dan “didistribusikan” — secara bebas. Tidak heran, Linus B. Torvalds mendapat sambutan hangat ketika tahun 1991 mengumumkan kehadiran sebuah kernel “idaman” melalui buletin USENET News “comp.os.minix”. Kernel ini kemudian lebih dikenal dengan nama Linux. Namun, Linux tidak langsung mendapatkan perhatian di Universitas Indonesia.
Belum jelas, siapa yang pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun, yang pertama kali mengumumkan secara publik (melalui milis pau-mikro) ialah Paulus Suryono Adisoemarta dari Texas, USA, yang secara akrab dipanggil Bung Yono. Ketika 1992, bung Yono berkunjung ke Indonesia membawa distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket. Kernel Linux pada distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing), dengan kemampuan dukungan jaringan yang sangat terbatas. Pada awal tahun 1990-an, kisaran harga sebuah ethernet board ialah USD 500; padahal dengan kinerja yang jauh dibawah board yang sekarang biasa berharga USD 5.-. Dengan harga semahal itu, dapat dimaklumi, jika masih jarang ada pengembang LINUX yang berkesempatan untuk mengembangkan driver ethernet.
Perioda 1992-1994 merupakan masa yang vakum. Secara sporadis, terdengar ada yang mendiskusikan “Linux”, namun terbatas pada uji coba. Kernel Linux 1.0 keluar pada tahun 1994. Salah satu distro yang masuk ke Indonesia pada tahun tersebut ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro tersebut cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah komunitas GNU/ Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Pada umumnya, PC menggunakan prosesor 386 dan 486, dengan memori antara 4-8 Mbytes, dan hardisk 40 – 100 Mbyte. Biasanya hardisk tersebut dibuat “dual boot”, yaitu dapat dalam mode DOS atau pun Linux.
Slackware menjadi populer dikalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan satu-satunya distribusi yang ada. Banyak hal-hal baru yang “dioprek”/ “setup”. Umpama: yang pertama kali men-setup X11R4 Linux di UI ialah Ivan S. Chandra (1994).
Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet sekali gus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Pada tahun berikutnya (1995), telah tercatat beberapa institusi/ organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai “production system”, seperti BPPT (mimo.bppt.go.id), IndoInternet (kakitiga.indo.net.id), Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan sangam.sdn.or.id), dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id). Umpamanya, Sustainable Development Network Indonesia (sekarang diubah menjadi Sustainable Debian Network) menggunakan distribusi Slackware (kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1 Gbyte disk. Namun sekarang, situs tersebut numpang webhost di IndoInternet.
Kehadiran internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/ Linux merupakan salah satu pendukung dari Industri baru tersebut, tidak dapat disangkal bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan krismon 1997 pun tidak dapat menghentikan penyebaran ini.

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX
II.1 Sejarah Linux
Nama Linux (Linus MINIX) merupakan kombinasi unik antara nama penciptanya dan nama sistem operasi yang menjadi targetnya (UNIX). Semuanya berawal dari sebuah sistem operasi bernama Minix. Minix dibuat oleh Profesor Andrew Tanenbaum.
Minix adalah sistem operasi mirip UNIX yang bekerja pada PC. Torvald adalah salah seorang mahasiswa di Universitas Helsinki yang menggunakan Minix. Walaupun cukup bagus, ia belum menganggap Minix memadai. Kemudian pada tahun 1991 ia membuat sistem operasi yang merupakan clone UNIX, yang diberi nama Linux.
Seperti halnya Minix, Linux tidak menggunakan kode apa pun dari vendor UNIX komersial, sehingga Torvalds mendistribusikan linux di internet secara bebas dan gratis. Pada Oktober 5 1991, Torvalds mengeposkan sistem operasinya di newsgroup comp.os.minix. Ia mengumumkan bahwa source code Linux tersedia dan meminta bantuan programmer-programmer lain untuk ikut mengembangkannya. Ketika itu Linux masih setengah matang, sistem operasi ini hanya bisa menjalankan sedikit perintah UNIX, seperti bash, gcc dan gnu-make.
Saat Linux 1.0 diluncurkan pada 1994, sistem operasi ini telah cukup stabil dan memiliki banyak feature, seperti preemptive multitasking (kemampuan untuk membagi sumber daya CPU untuk banyak aplikasi) dan symmetric multiprocessing (kemampuan untuk membagi tugas di antara banyak CPU). Linux bahkan memiliki maskotnya sendiri yang oleh torvalds dijeaskan sebagai “seekor penguin yang menggemaskan dan ramah, yang kekenyangan setelah makan banyak ikan hering”.
Pada 1996, tim pengembangan Linux yang ada diseluruh dunia mulai memberikan hasilnya. Tahun itu mereka telah membuat versi Linux untuk sejumlah versi hardware, dari Atari ST sampai Macintosh. Linux terus berkembang pesat, utamanya karena ada sejumlah distributor (seperti RedHat, Caldera, dsb) yang berkompetisi untuk berebut pangsa pasar. Oleh karena itu dibentuk kelompok bernama Linux Standard Base. Kelompok ini bekerja untuk memastikan bahwa beragam distribusi Linux yang ada tetap bias menjalankan aplikasi yang sama dan saling berinteroperasi.
Konsep keterbukaan kode terbuka (open source) memang telah dibudayakan sejak awal oleh Linus Torvald, sehingga hal itu memudahkan para programmer lain itu memberikan usulan dan kreasinya dalam memperindah Linux.
Open Source yang dimaksud dalam dunia Linux berarti program aplikasi komputer yang telah dibuat selain dapat diperoleh software-nya sendiri juga dapat diperoleh bentuk kode aslinya, sehingga dapat digunakan tidak hanya oleh pembuat software sendiri tetapi juga oleh pihak lain. Jadi kesan awal bahwa Linux begitu sukar dan memiliki aplikasi tidak lengkap menjadi kurang relevan pada saat ini mengingat sekarang ini sistem operasi Linux menawarkan berbagai macam fasilitas dan keragaman yang dapat dipilih secara bebas dan gratis oleh para pengguna komputer.
Bahkan pengguna komputer dapat memilih suatu distribusi Linux yang sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi komputernya dengan harapan kinerja komputer tersebut dapat lebih maksimal dan cepat. Bagi pengguna pemula atau pengguna sistem operasi Windows tentunya akan dibingungkan dengan istilah distro atau distribusi.
Ditambah lagi kehadiran dari distribusi tersebut yang beraneka ragam dan dapat digunakan dengan bebas serta dapat dikatakan gratis. Selain itu dapat dikatakan bahwa hampir seluruh distro tersebut tergolong sama canggihnya dan didalamnya telah dilengkapi dengan aplikasi yang canggih juga. Walaupun, tidak semua dari distro tersebut cocok dan sesuai dengan kebutuhan serta perilaku pemakai komputer. Dengan kata lain beberapa distro tertentu memiliki tingkat kemudahan yang hampir sama dengan Windows sedangkan disisi lain ada beberapa distro yang terasa masih sulit digunakan oleh pemula.
Menurut sumber dari “The GNU General Public License (http://www.gnu.org/copyleft/gpl.txt)” yang diterjemahkan secara bebas, Linux memiliki sifat lisensi GPL atau GNU General Public License, atau sering disebut dengan copyleft sebagai lawan dari copyright. Lisensi GPL memberikan kebebasan kepada source code untuk dimodifikasi dan redistribusi atau memasyarakatkan kembali.
Lisensi ini sebenarnya melewati prosedur pendaftaran hak cipta pertama kalinya, tujuannya ialah untuk menghidari kemungkinan seseorang mengambil alih kendali terhadap perangkat lunak tersebut. Kemudian setelah itu software tersebut dibebaskan asal membuka source code atau kode asalnya dibebaskan untuk umum.
Lisensi ini dicetuskan oleh Richard Stallman, yang sering kali dituduh sebagai seorang Sosialis yang menentang komersialisasi. Richard Stallman telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang idealis yang berkeyakinan bahwa hak seorang programmer ialah untuk berbagi (share) kode tanpa dibatasi aturan-aturan yang tidak perlu (artificial). GPL juga sering diperpanjang menjadi Guaranted Public for Life, mengingat tidak adanya larangan dalam memperbanyak atau melakukan redistribusi. Selain Linux sistem operasi BSD juga mempergunakan lisensi yang semacam ini.
II.2 Desain Linux
Linux merupakan sistem operasi bertipe Unix modular. Linux memiliki banyak disain yang berasal dari disain dasar Unix yang dikembangkan dalam kurun waktu 1970an hingga 1980an.
Linux menggunakan sebuah kernel monolitik, kernel Linux yang menangani kontrol proses, jaringan, periferal dan pengaksesan sistem berkas. Device driver telah terintegrasi ke dalam kernel. Banyak fungsi-fungsi tingkat tinggi di Linux ditangani oleh proyek-proyek terpisah yang berintegrasi dengan kernel. Userland GNU merupakan sebuah bagian penting dari sistem Linux yang menyediakan shell dan peralatan-peralatan yang menangani banyak fungsi-fungsi dasar sistem operasi. Di atas kernel, peralatan-peralatan ini membentuk sebuah sistem Linux lengkap dengan sebuah antarmuka pengguna grafis yang dapat digunakan, umumnya berjalan di atas X Window System.
Linux dapat dikendalikan oleh satu atau lebih antarmuka baris perintah (command line interface atau CLI) berbasis teks, antarmuka pengguna grafis (graphical user interface atau GUI, yang umumnya merupakan konfigurasi bawaan untuk versi desktop).
Pada komputer meja, GNOME, KDE dan Xfce merupakan antarmuka pengguna yang paling populer, walaupun terdapat sejumlah varian antarmuka pengguna. Antarmuka pengguna yang paling populer berjalan di atas X Window System (X), yang menyediakan transparansi jaringan yang memperolehkan sebuah aplikasi grafis berjalan di atas satu mesin tetapi ditampilkan dan dikontrol di mesin yang lain.
GUI yang lain memiliki X window manager seperti FVWM, Enlightenment, Fluxbox dan Window Maker. Manajer jendela menyediakan kontrol untuk penempatan dan penampilan dari jendela-jendela aplikasi individual serta interaksi dengan sistem jendela X.
Sebuah sistem Linux umumnya menyediakan sebuah antarmuka baris perintah lewat sebuah shell, yang merupakan cara tradisional untuk berinteraksi dengan sebuah sistem Unix. Sebuah distro Linux yang dikhususkan untuk lingkungan peladen mungkin hanya memiliki CLI sebagai satu-satunya antarmuka. Sebuah sistem yang tidak memiliki monitor hanya dapat dikontrol melalui baris perintah lewat protokol seperti SSH atau telnet.
Kebanyakan komponen tingkat rendah Linux, termasuk GNU Userland, menggunakan CLI secara ekslusif. CLI cocok untuk digunakan pada lingkungan otomasi tugas-tugas yang repetitif atau tertunda, dan menyediakan komunikasi interproses yang sangat sederhana. Sebuah program emulator terminal grafis sering digunakan untuk mengakses CLI dari sebuah Linux desktop.
Perbedaan utama antara Linux dan sistem operasi populer lainnya terletak pada kernel Linux dan komponen-komponennya yang bebas dan terbuka. Linux bukan satu-satunya sistem operasi dalam kategori tersebut, walaupun demikian Linux adalah contoh terbaik dan terbanyak digunakan. Beberapa lisensi perangkat lunak bebas dan sumber terbuka berdasarkan prinsip-prinsip copyleft, sebuah konsep yang menganut prinsip: karya yang dihasilkan dari bagian copyleft harus juga merupakan copyleft.
Lisensi perangkat lunak bebas yang paling umum, GNU GPL, adalah sebuah bentuk copyleft, dan digunakan oleh kernel Linux dan komponen-komponen dari proyek GNU.
Sistem Linux berkaitan erat dengan standar-standar POSIX, SUS, ISO dan ANSI. Akan tetapi, baru distribusi LinuxFT saja yang mendapatkan sertifikasi POSIX.1. Proyek-proyek perangkat lunak bebas, walaupun dikembangkan dalam bentuk kolaborasi, sering dirilis secara terpisah. Akan tetapi, dikarenakan lisensi-lisensi perangkat lunak bebas secara eksplisit mengijinkan distribusi ulang, terdapat proyek-proyek yang bertujuan untuk mengumpulkan perangkat lunak tersebut dan menjadikannya tersedia dalam waktu bersamaan dalam suatu bentuk yang dinamakan distribusi Linux.
Linux adalah sistem operasi yang diporting secara luas. Kernel Linux awalnya didisain hanya untuk mikroprosesor Intel 80386, sekarang kernel Linux telah jalan di beragam arsitektur komputer antara lain di perangkat handheld iPAQ berbasis ARM, komputer mainframe IBM System z9, dari peralatan berupa telepon bergerak hingga superkomputer. Terdapat distribusi yang dikhususkan untuk sejumlah kecil arsitektur. Fork kernel ELKS dapat dijalankan di mikroprosesor 16bit Intel 8086 atau Intel 80286, sementara fork kernel μClinux dapat dijalankan di atas sistem yang tidak memiliki sebuah unit manajemen memori.
GNU adalah singkatan dari GNU’s Not Unix. Disebabkan utiliti-utiliti dari proyek sistem operasi bebas GNU tanpa ini sistem Linux tidak akan menyerupai sistem Unix dalam perspektif pengguna Richard Stallman dari GNU/FSF memohon agar kombinasi sistem (proyek GNU dan kernel Linux), disebut sebagai “GNU/Linux”. Pengguna distribusi Linux dari proyek Debian lebih cenderung menggunakan nama tersebut. Kebanyakan pengguna lebih mudah menggunakan istilah “Linux”.
II.3 Sejarah Pemasyarakatan Linux di Indonesia
Era 1980-an merupakan akhir dari zaman keemasan komputer mini — komputer yang tidak secanggih “main-frame”, namun setiap sistem terdiri dari bongkahan besar. Nama-nama besar pada zaman tersebut, seperti “DEC – Digital Equipment Corp.”, “DG — Data General”, “HP — Hewlett Packard”, “Honeywell — Bull”, “Prime”, dan beberapa nama lainnya. Setiap komputer mini ini, dijalankan dengan sistem operasi tersendiri. Setiap sistem operasi ini tidak cocok (kompatibel) dengan sistem operasi dari sistem lainnya. Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu, belum tentu dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya.
Masalah ini mulai teratasi dengan sebuah sistem operasi yang lagi naik daun, yaitu UNIXTM. Sistem UNIX ini dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer. Selain beroperasi pada komputer mini, UNIX pun dapat dioperasikan pada sebuah generasi komputer “super mikro”, yang berbasis prosesor 32 bit seperti Motorola MC68000. Ya: pada waktu itu, Motorola belum terkenal sebagai produser Hand Phone!
Sistem berbasis UNIX pertama di Universitas Indonesia (1983) ialah komputer “Dual 83/20″ dengan sistem operasi UNIX versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk (8″) dengan kapasitas 20 Mbytes. Sistem tersebut tentunya sangat “terbatas” dibandingkan komputer zaman sekarang. Namun, penelitian dengan memanfaatkan komputer tersebut, menghasilkan puluhan sarjana S1 UI. Tema penelitian S1 pada saat tersebut berkisar dalam bidang jaringan komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS), porting UUCP, X.25, LAN ethernet, network printer server, dan lainnya. Komputer “Dual 83/20″ ini, kemudian lebih dikenal dengan nama “INDOGTW” (Indonesian Gateway), karena pada akhir tahun 1980-an digunakan “dedicated email” server ke luar negeri. Sistem INDOGTW ini beroperasi non-stop 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Fungsi riset sistem tersebut di atas, digantikan oleh komputer baru “INDOVAX”, yaitu DEC VAX-11/750 dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes, serta disk 300 Mbytes. Pada waktu itu, sanga lazim menamakan satu-satunya VAX pada setiap institusi, dengan akhiran “VAX”. Contohnya: UCBVAX (Universitas Berkley), UNRVAX (Universitas Nevada Reno), DECVAX (DEC), ROSEVAX (Rosemount Inc), MCVAX (Amsterdam). Sistem ini pun kembali menghasilkan puluhan sarjana S1 UI untuk berbagai penelitian seperti rancangan VLSI, X.400, dan sejenisnya.
Untuk mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX yang mulai berkembang ini, dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix Users Group) yaitu INDONIX. Kelompok yang dimotori oleh bapak “Didik” Partono Rudiarto (kini pimpinan INIXINDO) ini melakukan pertemuan secara teratur setiap bulan. Setiap pertemuan ini akan diisi dengan ceramah kiat dan trik UNIX, serta sebuah diskusi/tanya-jawab.
Komputer mini — yang UNIX mau pun yang bukan — dominan hingga pertengahan tahun 1980-an. Komputer Personal (PC) masih sangat terbatas, baik kemampuannya, mau pun populasinya. Bahkan hingga akhir 1980-an, PC masih dapat dikatakan merupakan benda “langka” dan “mewah”. Semenjak pertengahan 1980-an, muncul sistem komputer “super-mikro” berbasis prosesor Motorola MC68000 dan sistem operasi Unix. Sejalan dengan ini, juga muncul PC/AT berbasis prosesor Intel 80286 dan 80386 dengan sistem operasi XENIX/SCO UNIX.
Kehadiran prosesor Intel 80286 (lalu 80386) telah mendorong pengembangan sistem operasi dengan nama “XENIX”. Harga sistem yang relatif murah, berakibat kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di Indonesia. Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis data Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Pada awalnya, setiap sistem operasi Unix dilengkapi dengan kode sumber (source code). Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk negara non-US (terutama non Eropa) akibat regulasi ekspor US. Sebagai alternatif Prof. Andrew S. Tanenbaum dari VU (Belanda) mengedarkan sebuah sistem Operasi sederhana dengan nama “MINIX” (Mini Unix). Titik berat arah pengembangan MINIX ialah sesederhana mungkin agar dapat dipelajari dengan mudah dalam satu semester. Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, tercatat pernah membeli source code MINIX dua kali, yaitu versi 1.2 (1987) dan versi 1.5 (1999).
Sebagai penunjang mata kuliah Sistem Operasi, telah hadir MINIX (Mini Unix) yang bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa HardDisk! Namun, MINIX memiliki dua keterbatasan bawaan. Pertama, dititik-beratkan agar mudah dipelajari untuk keperluan pendidikan. Akibatnya, dengan sengaja tidak dibuat canggih dan rumit. Kedua, (pada awalnya) MINIX harus dibeli dengan harga lebih dari USD 100 per paket. Harga ini tidak dapat dikatakan murah bahkan untuk ukuran kantong mahasiswa di luar negeri. Namun, MINIX telah digunakan di Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia FUSILKOM UI, FakUltas ILmu KOMputer UI) sebagai bagian dari kuliah sistem operasi menjelang akhir tahun 1990an.
Besar kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk penulis), pernah memiliki angan-angan untuk merancang sebuah kernel “idaman” pengganti MINIX yang dapat — “dioprek”, “dipercanggih”, dan “didistribusikan” — secara bebas. Tidak heran, Linus B. Torvalds mendapat sambutan hangat ketika tahun 1991 mengumumkan kehadiran sebuah kernel “idaman” melalui buletin USENET News “comp.os.minix”. Kernel ini kemudian lebih dikenal dengan nama Linux. Namun, Linux tidak langsung mendapatkan perhatian di Universitas Indonesia.
Belum jelas, siapa yang pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun, yang pertama kali mengumumkan secara publik (melalui milis pau-mikro) ialah Paulus Suryono Adisoemarta dari Texas, USA, yang secara akrab dipanggil Bung Yono. Ketika 1992, bung Yono berkunjung ke Indonesia membawa distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket. Kernel Linux pada distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing), dengan kemampuan dukungan jaringan yang sangat terbatas. Pada awal tahun 1990-an, kisaran harga sebuah ethernet board ialah USD 500; padahal dengan kinerja yang jauh dibawah board yang sekarang biasa berharga USD 5.-. Dengan harga semahal itu, dapat dimaklumi, jika masih jarang ada pengembang LINUX yang berkesempatan untuk mengembangkan driver ethernet.
Perioda 1992-1994 merupakan masa yang vakum. Secara sporadis, terdengar ada yang mendiskusikan “Linux”, namun terbatas pada uji coba. Kernel Linux 1.0 keluar pada tahun 1994. Salah satu distro yang masuk ke Indonesia pada tahun tersebut ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro tersebut cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah komunitas GNU/ Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Pada umumnya, PC menggunakan prosesor 386 dan 486, dengan memori antara 4-8 Mbytes, dan hardisk 40 – 100 Mbyte. Biasanya hardisk tersebut dibuat “dual boot”, yaitu dapat dalam mode DOS atau pun Linux.
Slackware menjadi populer dikalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan satu-satunya distribusi yang ada. Banyak hal-hal baru yang “dioprek”/ “setup”. Umpama: yang pertama kali men-setup X11R4 Linux di UI ialah Ivan S. Chandra (1994).
Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet sekali gus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Pada tahun berikutnya (1995), telah tercatat beberapa institusi/ organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai “production system”, seperti BPPT (mimo.bppt.go.id), IndoInternet (kakitiga.indo.net.id), Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan sangam.sdn.or.id), dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id). Umpamanya, Sustainable Development Network Indonesia (sekarang diubah menjadi Sustainable Debian Network) menggunakan distribusi Slackware (kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1 Gbyte disk. Namun sekarang, situs tersebut numpang webhost di IndoInternet.
Kehadiran internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/ Linux merupakan salah satu pendukung dari Industri baru tersebut, tidak dapat disangkal bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan krismon 1997 pun tidak dapat menghentikan penyebaran ini.

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX

SEJARAH SISTEM OPERASI LINUX
II.1 Sejarah Linux
Nama Linux (Linus MINIX) merupakan kombinasi unik antara nama penciptanya dan nama sistem operasi yang menjadi targetnya (UNIX). Semuanya berawal dari sebuah sistem operasi bernama Minix. Minix dibuat oleh Profesor Andrew Tanenbaum.
Minix adalah sistem operasi mirip UNIX yang bekerja pada PC. Torvald adalah salah seorang mahasiswa di Universitas Helsinki yang menggunakan Minix. Walaupun cukup bagus, ia belum menganggap Minix memadai. Kemudian pada tahun 1991 ia membuat sistem operasi yang merupakan clone UNIX, yang diberi nama Linux.
Seperti halnya Minix, Linux tidak menggunakan kode apa pun dari vendor UNIX komersial, sehingga Torvalds mendistribusikan linux di internet secara bebas dan gratis. Pada Oktober 5 1991, Torvalds mengeposkan sistem operasinya di newsgroup comp.os.minix. Ia mengumumkan bahwa source code Linux tersedia dan meminta bantuan programmer-programmer lain untuk ikut mengembangkannya. Ketika itu Linux masih setengah matang, sistem operasi ini hanya bisa menjalankan sedikit perintah UNIX, seperti bash, gcc dan gnu-make.
Saat Linux 1.0 diluncurkan pada 1994, sistem operasi ini telah cukup stabil dan memiliki banyak feature, seperti preemptive multitasking (kemampuan untuk membagi sumber daya CPU untuk banyak aplikasi) dan symmetric multiprocessing (kemampuan untuk membagi tugas di antara banyak CPU). Linux bahkan memiliki maskotnya sendiri yang oleh torvalds dijeaskan sebagai “seekor penguin yang menggemaskan dan ramah, yang kekenyangan setelah makan banyak ikan hering”.
Pada 1996, tim pengembangan Linux yang ada diseluruh dunia mulai memberikan hasilnya. Tahun itu mereka telah membuat versi Linux untuk sejumlah versi hardware, dari Atari ST sampai Macintosh. Linux terus berkembang pesat, utamanya karena ada sejumlah distributor (seperti RedHat, Caldera, dsb) yang berkompetisi untuk berebut pangsa pasar. Oleh karena itu dibentuk kelompok bernama Linux Standard Base. Kelompok ini bekerja untuk memastikan bahwa beragam distribusi Linux yang ada tetap bias menjalankan aplikasi yang sama dan saling berinteroperasi.
Konsep keterbukaan kode terbuka (open source) memang telah dibudayakan sejak awal oleh Linus Torvald, sehingga hal itu memudahkan para programmer lain itu memberikan usulan dan kreasinya dalam memperindah Linux.
Open Source yang dimaksud dalam dunia Linux berarti program aplikasi komputer yang telah dibuat selain dapat diperoleh software-nya sendiri juga dapat diperoleh bentuk kode aslinya, sehingga dapat digunakan tidak hanya oleh pembuat software sendiri tetapi juga oleh pihak lain. Jadi kesan awal bahwa Linux begitu sukar dan memiliki aplikasi tidak lengkap menjadi kurang relevan pada saat ini mengingat sekarang ini sistem operasi Linux menawarkan berbagai macam fasilitas dan keragaman yang dapat dipilih secara bebas dan gratis oleh para pengguna komputer.
Bahkan pengguna komputer dapat memilih suatu distribusi Linux yang sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi komputernya dengan harapan kinerja komputer tersebut dapat lebih maksimal dan cepat. Bagi pengguna pemula atau pengguna sistem operasi Windows tentunya akan dibingungkan dengan istilah distro atau distribusi.
Ditambah lagi kehadiran dari distribusi tersebut yang beraneka ragam dan dapat digunakan dengan bebas serta dapat dikatakan gratis. Selain itu dapat dikatakan bahwa hampir seluruh distro tersebut tergolong sama canggihnya dan didalamnya telah dilengkapi dengan aplikasi yang canggih juga. Walaupun, tidak semua dari distro tersebut cocok dan sesuai dengan kebutuhan serta perilaku pemakai komputer. Dengan kata lain beberapa distro tertentu memiliki tingkat kemudahan yang hampir sama dengan Windows sedangkan disisi lain ada beberapa distro yang terasa masih sulit digunakan oleh pemula.
Menurut sumber dari “The GNU General Public License (http://www.gnu.org/copyleft/gpl.txt)” yang diterjemahkan secara bebas, Linux memiliki sifat lisensi GPL atau GNU General Public License, atau sering disebut dengan copyleft sebagai lawan dari copyright. Lisensi GPL memberikan kebebasan kepada source code untuk dimodifikasi dan redistribusi atau memasyarakatkan kembali.
Lisensi ini sebenarnya melewati prosedur pendaftaran hak cipta pertama kalinya, tujuannya ialah untuk menghidari kemungkinan seseorang mengambil alih kendali terhadap perangkat lunak tersebut. Kemudian setelah itu software tersebut dibebaskan asal membuka source code atau kode asalnya dibebaskan untuk umum.
Lisensi ini dicetuskan oleh Richard Stallman, yang sering kali dituduh sebagai seorang Sosialis yang menentang komersialisasi. Richard Stallman telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang idealis yang berkeyakinan bahwa hak seorang programmer ialah untuk berbagi (share) kode tanpa dibatasi aturan-aturan yang tidak perlu (artificial). GPL juga sering diperpanjang menjadi Guaranted Public for Life, mengingat tidak adanya larangan dalam memperbanyak atau melakukan redistribusi. Selain Linux sistem operasi BSD juga mempergunakan lisensi yang semacam ini.
II.2 Desain Linux
Linux merupakan sistem operasi bertipe Unix modular. Linux memiliki banyak disain yang berasal dari disain dasar Unix yang dikembangkan dalam kurun waktu 1970an hingga 1980an.
Linux menggunakan sebuah kernel monolitik, kernel Linux yang menangani kontrol proses, jaringan, periferal dan pengaksesan sistem berkas. Device driver telah terintegrasi ke dalam kernel. Banyak fungsi-fungsi tingkat tinggi di Linux ditangani oleh proyek-proyek terpisah yang berintegrasi dengan kernel. Userland GNU merupakan sebuah bagian penting dari sistem Linux yang menyediakan shell dan peralatan-peralatan yang menangani banyak fungsi-fungsi dasar sistem operasi. Di atas kernel, peralatan-peralatan ini membentuk sebuah sistem Linux lengkap dengan sebuah antarmuka pengguna grafis yang dapat digunakan, umumnya berjalan di atas X Window System.
Linux dapat dikendalikan oleh satu atau lebih antarmuka baris perintah (command line interface atau CLI) berbasis teks, antarmuka pengguna grafis (graphical user interface atau GUI, yang umumnya merupakan konfigurasi bawaan untuk versi desktop).
Pada komputer meja, GNOME, KDE dan Xfce merupakan antarmuka pengguna yang paling populer, walaupun terdapat sejumlah varian antarmuka pengguna. Antarmuka pengguna yang paling populer berjalan di atas X Window System (X), yang menyediakan transparansi jaringan yang memperolehkan sebuah aplikasi grafis berjalan di atas satu mesin tetapi ditampilkan dan dikontrol di mesin yang lain.
GUI yang lain memiliki X window manager seperti FVWM, Enlightenment, Fluxbox dan Window Maker. Manajer jendela menyediakan kontrol untuk penempatan dan penampilan dari jendela-jendela aplikasi individual serta interaksi dengan sistem jendela X.
Sebuah sistem Linux umumnya menyediakan sebuah antarmuka baris perintah lewat sebuah shell, yang merupakan cara tradisional untuk berinteraksi dengan sebuah sistem Unix. Sebuah distro Linux yang dikhususkan untuk lingkungan peladen mungkin hanya memiliki CLI sebagai satu-satunya antarmuka. Sebuah sistem yang tidak memiliki monitor hanya dapat dikontrol melalui baris perintah lewat protokol seperti SSH atau telnet.
Kebanyakan komponen tingkat rendah Linux, termasuk GNU Userland, menggunakan CLI secara ekslusif. CLI cocok untuk digunakan pada lingkungan otomasi tugas-tugas yang repetitif atau tertunda, dan menyediakan komunikasi interproses yang sangat sederhana. Sebuah program emulator terminal grafis sering digunakan untuk mengakses CLI dari sebuah Linux desktop.
Perbedaan utama antara Linux dan sistem operasi populer lainnya terletak pada kernel Linux dan komponen-komponennya yang bebas dan terbuka. Linux bukan satu-satunya sistem operasi dalam kategori tersebut, walaupun demikian Linux adalah contoh terbaik dan terbanyak digunakan. Beberapa lisensi perangkat lunak bebas dan sumber terbuka berdasarkan prinsip-prinsip copyleft, sebuah konsep yang menganut prinsip: karya yang dihasilkan dari bagian copyleft harus juga merupakan copyleft.
Lisensi perangkat lunak bebas yang paling umum, GNU GPL, adalah sebuah bentuk copyleft, dan digunakan oleh kernel Linux dan komponen-komponen dari proyek GNU.
Sistem Linux berkaitan erat dengan standar-standar POSIX, SUS, ISO dan ANSI. Akan tetapi, baru distribusi LinuxFT saja yang mendapatkan sertifikasi POSIX.1. Proyek-proyek perangkat lunak bebas, walaupun dikembangkan dalam bentuk kolaborasi, sering dirilis secara terpisah. Akan tetapi, dikarenakan lisensi-lisensi perangkat lunak bebas secara eksplisit mengijinkan distribusi ulang, terdapat proyek-proyek yang bertujuan untuk mengumpulkan perangkat lunak tersebut dan menjadikannya tersedia dalam waktu bersamaan dalam suatu bentuk yang dinamakan distribusi Linux.
Linux adalah sistem operasi yang diporting secara luas. Kernel Linux awalnya didisain hanya untuk mikroprosesor Intel 80386, sekarang kernel Linux telah jalan di beragam arsitektur komputer antara lain di perangkat handheld iPAQ berbasis ARM, komputer mainframe IBM System z9, dari peralatan berupa telepon bergerak hingga superkomputer. Terdapat distribusi yang dikhususkan untuk sejumlah kecil arsitektur. Fork kernel ELKS dapat dijalankan di mikroprosesor 16bit Intel 8086 atau Intel 80286, sementara fork kernel μClinux dapat dijalankan di atas sistem yang tidak memiliki sebuah unit manajemen memori.
GNU adalah singkatan dari GNU’s Not Unix. Disebabkan utiliti-utiliti dari proyek sistem operasi bebas GNU tanpa ini sistem Linux tidak akan menyerupai sistem Unix dalam perspektif pengguna Richard Stallman dari GNU/FSF memohon agar kombinasi sistem (proyek GNU dan kernel Linux), disebut sebagai “GNU/Linux”. Pengguna distribusi Linux dari proyek Debian lebih cenderung menggunakan nama tersebut. Kebanyakan pengguna lebih mudah menggunakan istilah “Linux”.
II.3 Sejarah Pemasyarakatan Linux di Indonesia
Era 1980-an merupakan akhir dari zaman keemasan komputer mini — komputer yang tidak secanggih “main-frame”, namun setiap sistem terdiri dari bongkahan besar. Nama-nama besar pada zaman tersebut, seperti “DEC – Digital Equipment Corp.”, “DG — Data General”, “HP — Hewlett Packard”, “Honeywell — Bull”, “Prime”, dan beberapa nama lainnya. Setiap komputer mini ini, dijalankan dengan sistem operasi tersendiri. Setiap sistem operasi ini tidak cocok (kompatibel) dengan sistem operasi dari sistem lainnya. Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu, belum tentu dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya.
Masalah ini mulai teratasi dengan sebuah sistem operasi yang lagi naik daun, yaitu UNIXTM. Sistem UNIX ini dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer. Selain beroperasi pada komputer mini, UNIX pun dapat dioperasikan pada sebuah generasi komputer “super mikro”, yang berbasis prosesor 32 bit seperti Motorola MC68000. Ya: pada waktu itu, Motorola belum terkenal sebagai produser Hand Phone!
Sistem berbasis UNIX pertama di Universitas Indonesia (1983) ialah komputer “Dual 83/20″ dengan sistem operasi UNIX versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk (8″) dengan kapasitas 20 Mbytes. Sistem tersebut tentunya sangat “terbatas” dibandingkan komputer zaman sekarang. Namun, penelitian dengan memanfaatkan komputer tersebut, menghasilkan puluhan sarjana S1 UI. Tema penelitian S1 pada saat tersebut berkisar dalam bidang jaringan komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS), porting UUCP, X.25, LAN ethernet, network printer server, dan lainnya. Komputer “Dual 83/20″ ini, kemudian lebih dikenal dengan nama “INDOGTW” (Indonesian Gateway), karena pada akhir tahun 1980-an digunakan “dedicated email” server ke luar negeri. Sistem INDOGTW ini beroperasi non-stop 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Fungsi riset sistem tersebut di atas, digantikan oleh komputer baru “INDOVAX”, yaitu DEC VAX-11/750 dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes, serta disk 300 Mbytes. Pada waktu itu, sanga lazim menamakan satu-satunya VAX pada setiap institusi, dengan akhiran “VAX”. Contohnya: UCBVAX (Universitas Berkley), UNRVAX (Universitas Nevada Reno), DECVAX (DEC), ROSEVAX (Rosemount Inc), MCVAX (Amsterdam). Sistem ini pun kembali menghasilkan puluhan sarjana S1 UI untuk berbagai penelitian seperti rancangan VLSI, X.400, dan sejenisnya.
Untuk mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX yang mulai berkembang ini, dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix Users Group) yaitu INDONIX. Kelompok yang dimotori oleh bapak “Didik” Partono Rudiarto (kini pimpinan INIXINDO) ini melakukan pertemuan secara teratur setiap bulan. Setiap pertemuan ini akan diisi dengan ceramah kiat dan trik UNIX, serta sebuah diskusi/tanya-jawab.
Komputer mini — yang UNIX mau pun yang bukan — dominan hingga pertengahan tahun 1980-an. Komputer Personal (PC) masih sangat terbatas, baik kemampuannya, mau pun populasinya. Bahkan hingga akhir 1980-an, PC masih dapat dikatakan merupakan benda “langka” dan “mewah”. Semenjak pertengahan 1980-an, muncul sistem komputer “super-mikro” berbasis prosesor Motorola MC68000 dan sistem operasi Unix. Sejalan dengan ini, juga muncul PC/AT berbasis prosesor Intel 80286 dan 80386 dengan sistem operasi XENIX/SCO UNIX.
Kehadiran prosesor Intel 80286 (lalu 80386) telah mendorong pengembangan sistem operasi dengan nama “XENIX”. Harga sistem yang relatif murah, berakibat kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di Indonesia. Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis data Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Pada awalnya, setiap sistem operasi Unix dilengkapi dengan kode sumber (source code). Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk negara non-US (terutama non Eropa) akibat regulasi ekspor US. Sebagai alternatif Prof. Andrew S. Tanenbaum dari VU (Belanda) mengedarkan sebuah sistem Operasi sederhana dengan nama “MINIX” (Mini Unix). Titik berat arah pengembangan MINIX ialah sesederhana mungkin agar dapat dipelajari dengan mudah dalam satu semester. Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, tercatat pernah membeli source code MINIX dua kali, yaitu versi 1.2 (1987) dan versi 1.5 (1999).
Sebagai penunjang mata kuliah Sistem Operasi, telah hadir MINIX (Mini Unix) yang bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa HardDisk! Namun, MINIX memiliki dua keterbatasan bawaan. Pertama, dititik-beratkan agar mudah dipelajari untuk keperluan pendidikan. Akibatnya, dengan sengaja tidak dibuat canggih dan rumit. Kedua, (pada awalnya) MINIX harus dibeli dengan harga lebih dari USD 100 per paket. Harga ini tidak dapat dikatakan murah bahkan untuk ukuran kantong mahasiswa di luar negeri. Namun, MINIX telah digunakan di Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia FUSILKOM UI, FakUltas ILmu KOMputer UI) sebagai bagian dari kuliah sistem operasi menjelang akhir tahun 1990an.
Besar kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk penulis), pernah memiliki angan-angan untuk merancang sebuah kernel “idaman” pengganti MINIX yang dapat — “dioprek”, “dipercanggih”, dan “didistribusikan” — secara bebas. Tidak heran, Linus B. Torvalds mendapat sambutan hangat ketika tahun 1991 mengumumkan kehadiran sebuah kernel “idaman” melalui buletin USENET News “comp.os.minix”. Kernel ini kemudian lebih dikenal dengan nama Linux. Namun, Linux tidak langsung mendapatkan perhatian di Universitas Indonesia.
Belum jelas, siapa yang pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun, yang pertama kali mengumumkan secara publik (melalui milis pau-mikro) ialah Paulus Suryono Adisoemarta dari Texas, USA, yang secara akrab dipanggil Bung Yono. Ketika 1992, bung Yono berkunjung ke Indonesia membawa distro SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket. Kernel Linux pada distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing), dengan kemampuan dukungan jaringan yang sangat terbatas. Pada awal tahun 1990-an, kisaran harga sebuah ethernet board ialah USD 500; padahal dengan kinerja yang jauh dibawah board yang sekarang biasa berharga USD 5.-. Dengan harga semahal itu, dapat dimaklumi, jika masih jarang ada pengembang LINUX yang berkesempatan untuk mengembangkan driver ethernet.
Perioda 1992-1994 merupakan masa yang vakum. Secara sporadis, terdengar ada yang mendiskusikan “Linux”, namun terbatas pada uji coba. Kernel Linux 1.0 keluar pada tahun 1994. Salah satu distro yang masuk ke Indonesia pada tahun tersebut ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro tersebut cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah komunitas GNU/ Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Pada umumnya, PC menggunakan prosesor 386 dan 486, dengan memori antara 4-8 Mbytes, dan hardisk 40 – 100 Mbyte. Biasanya hardisk tersebut dibuat “dual boot”, yaitu dapat dalam mode DOS atau pun Linux.
Slackware menjadi populer dikalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan satu-satunya distribusi yang ada. Banyak hal-hal baru yang “dioprek”/ “setup”. Umpama: yang pertama kali men-setup X11R4 Linux di UI ialah Ivan S. Chandra (1994).
Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet sekali gus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet. Pada tahun berikutnya (1995), telah tercatat beberapa institusi/ organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai “production system”, seperti BPPT (mimo.bppt.go.id), IndoInternet (kakitiga.indo.net.id), Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan sangam.sdn.or.id), dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id). Umpamanya, Sustainable Development Network Indonesia (sekarang diubah menjadi Sustainable Debian Network) menggunakan distribusi Slackware (kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1 Gbyte disk. Namun sekarang, situs tersebut numpang webhost di IndoInternet.
Kehadiran internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/ Linux merupakan salah satu pendukung dari Industri baru tersebut, tidak dapat disangkal bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan krismon 1997 pun tidak dapat menghentikan penyebaran ini.